Figur Ngalam: Pimpin Kampus seperti Dirigen Konser Jazz
Tugas berat di emban Bunyamin PhD sejak 2012 lalu. Sejak itu, dia dipercaya menjadi Ketua STIE Malangkucecwara (ABM). Dianggap berat, karena dia harus menentang arus persaingan perguruan tinggi di Kota Malang. Namun, berkat tangan dinginnya, belum mencapai dua tahun, dua prestasi membanggakan berhasil dia raih. Pada Desember 2013, jurusan menejemen meraih akreditasi A. Disusul jurusan akuntansi juga menggenggam akreditasi A, per Februari 2014.
MENJABAT pimpinan sebuah perguruan tinggi, bagi Benny, sapaan karin Bunyamin, tak ubahnya seperti dirigen konser musik jazz. Sang dirigen harus mengatur iramanya dan menyetel aransemennya.. Sedangkan pemain musik, diberi kebebasan berimprovisasi sendiri. Namun, berimprovisasi pemain musik tidak boleh keluar dari irama yang sudah ditentukan dirigen. Itulah yang menjadi style managemet, yang selama ini diterapkan Benny mengelola STIE Malangkucecwara.
Ya, dia memang memberi kepercayaan penuh kepada para dosennya. Untuk berkreasi pengembangan pendidikan sesuai mata kuliahnya masing-masing. Dia mempersilahkan dosen dan mahasiswa untuk memperbanyak penelitian serta lebih mengabdikan diri kepada masyarakat. Dia sudah percaya, dosenya sudah mumpuni di bidangnya masing-masing. Makanya, dia memberikan wadah yang cukup besar untuk berimprovisasi, ketika melakukan proses pembelajaran, penelitian, dan publikasi. Sebagai dirigen, dia bertugas mengarahkan dosen yang iramanya kurang sejalan. Hingga irama menjadi nikmat, seperti yang dia sudah gambarkan dengan musik jazz itu tadi.
Benny mengaku, meski telah menghabiskan waktu 10 tahun di Australia, baik ketika menjadi mahasiswa dan dosen di University of Wollongong. Benny tak serta merta semua yang ada di Negeri Kanguru itu diterapkan di sini. Sebab, ada kultur dan kebiasaan yang berbeda. Namun,’ruh’ yang baik di Australia, dia tularkan di internal kampusnya. Yakni soal kejujuran.”Negeri kita ini kan perna terpuruk secara ekonomi. Setelah saya pelajari, semua bermula dari ketidakjujuran itu. Nah, kejujuran itu yang terus kami praktikkan di kampus ini,” tandas Benny di ruang kerjanya, Sabtu (22/3).
Benny menyampaikan, untuk jadi generasi terunggul, ada tiga hal pokok yang harus dimiliki. Yakni, working skill,academic skill, dan attitude skill. Working skill, menyangkut etos kerja atau keahlian khusus. Academic skill, mengarah pada wawasan, sedangkan attitude skill di dalamnya ada kejujuran. Nilai kejujuran ini, saat ini mendapat porsi besar yang harus diperhatikan. Sebab, percuma saja memiliki kemampuan bekerja dan wawasan tinggi, tapi tidak jujur.”Makanya, kalau ada staff atau dosen di sini yang ditugasi, tidak bisa. Saya memberi apresiasi, kalau mereka mau jujur mengatakan tidak bisa, kami bisa mengajari atau memberi pelatihan,”tegas pria kelahiran 20 Oktober 1967 ini.
Nah, sebagai ketua perguruan tinggi, prinsip kejujuran itu dia terapkan di internal kampusnya. Mulai staff, dosen, mahasiswa harus diajari attitude itu. Tentu, ditunjang dengan kebersamaan untuk maju dan berkembang membawa nama STIE Malangkucecwara, semakin dipercaya dan dipilih masyarakat. “Apa yang kami raih akreditasi A secara beruntun adalah buah manis hasil team work kami. Bukan hasil karya saya pribadi,”tandas suami dari Meivita ini.
Alumnus STIE Malangkucecwara angkatan 1985 ini menjelaskan, perannya selama ini lebih pada membangun rasa saling percaya di internal. Setelah keyakinan di internal terbentuk, baru kami meyakinkan kepada masyarakat luas.”Dan Alhamdulillah, predikat prestisius akreditasi A yang kami nanti cukup lama itu, berhasil kami raih. Ini benar-benar membanggakan semua,”ungkap Benny dengan wajah semringah. (c2/abm)
Sumber: Radar Malang, Minggu 30 Maret 2014
You must be logged in to post a comment.