IP tidak bisa jadi patokan lagi
Kurikulum yang mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) menjadi perhatian STIE Malangkucecwara Malang. Karena itulah kemarin digelar workshop dan diskusi panel penyusunan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang mengacu pada KKNI.
Hadir dalam workshop kemarin adalah Tim Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Dikti, Lutfi Jayanto MBA. Menurutnya kurikulum yang mengacu pada KKNI ini diperlukan sebagai upaya standarisasi pendidikan tinggi di Indonesia.
“Indeks Prestasi (IP) yang dikeluarkan perguruan tinggi sudah tidak bisa jadi patokan, karena IP yang tinggi diperguruan tinggi A belum tentu lebih baik kompetensinya dibandingkan dengan mahasiswa IP rendah diperguruan tinggi B,” ungkapnya.
Karena kondisi itu pula dunia usaha dan industri menjadi bingung, karena mereka tidak bisa lagi memercayai IPK di tiap perguruan tinggi. KKNI atau Indonesian Qualification Frame (IQF) menjadi acuan agar lulusan perguruan tinggi di Indonesia memiliki standar minimal yang sama.
“Yang lebih penting lagi supaya ada pengakuan dari dunia internasional terhadap lulusan perguruan tinggi di Indonesia, “ bebernya Ketua ABM, Bunyamin PhD menegaskan kegiatan workshop ini merupakan paket persiapan ABM menyongsong era globalisasi tidak hanya menyentuh ekonomi tapi juga sector pendidikan.
“Review kurikulum dilakukan untuk menjemput perubahan, dan dosen juga harus menyesuaikan diri untuk berubah pola piker dan prilakunya, “ ujarnya. Benny panggilan akrab Bunyamin menjelaskan review kurikulum idealnya dilakukan tiga tahun sekali. Namun tidak menutup kemungkinan dilakukan satu tahun sekali jika memang ada perubahan besar dilingkungan. Misalnya kebijakn baru pemerintah dan kebutuhan user yang berubah.
sumber: Malang Post, Sabtu 9 Februari 2013