PTS Terus Berbenah
Kendati isu penjualan perguruan tinggi swasta (PTS) lesu terus bergulir, PTS-PTS Kota Malang mencoba tetap eksis. Tak hanya berbenah dari sisi manajemen, tapi juga fasilitas dan layanan pada mahasiswa. Bahkan, fasilitas perkuliahan yang terkesan konvensional, kini dirubah serba berbasis IT (information technology).
Ketua STIE Malang Kucecwara (MCE) Nevi Danila PhD mengungkapkan, sebagai PTS yang usianya tak muda lagi, yakni 37 tahun, isu telah menjadi teman akrab. Tapi, bukan berarti isu itu menjadikan manajemen terpuruk. Sebaliknya, adanya isu menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga. “Kami terus berusaha tetap eksis. Ini adalah tantangan zaman,” ujarnya kemarin.
Salah satu yang gencar dilakukan MCE selain melengkapi basis IT di berbagai sektor adalah menggenjot lulusan. Juga, membekali mahasiswa dengan beragam kemampuan atau skill. Tak hanya di hard skill, tapi juga soft skill, dan spiritual skill. Hard skill, tentu saja mahasiswa dicetak profesional dalam bidang ekonomi sesuai yang dikembangkan MCE.
Sedangkan soft skill ditekankan pada interpersonal mahasiswa dan kemampuan leadership. Sementara, spiritual skill lebih ditekankan pada nilai-nilai spiritual sesuai keyakinan mahasiswa. Untuk peningkatan skill tersebut, MCE mendapat kucuran hibah dari Ditjen Dikti. Tahap I, dana hibah sekitar Rp 80 juta, sedangkan tahap II juga berkisar di angka itu. Program ini berjalan selama empat tahun. “Dengan lulusan unggul, kami yakin tetap mampu bersaing,” tandas Nevi.
Lain lagi dengan Universitas Kanjuruhan (Unikan) Malang. Saat ini Unikan tengah konsentrasi pada penjaminan mutu lembaga. PR I Unikan Drs Parjito MP mengatakan, standar baku peningkatan kualitas kelembagaan tersebut difokuskan dalam beberapa bidang. Tahap pertama adalah penjaminan mutu ditingkat perkuliahan, kedisiplinan perkuliahan, dan kepuasan layanan pada mahasiswa. Tiga komponen itu akan terus dimatangkan sebelum beralih pada standar lain. “Kami memasang 12 CCTV atau kamera pengintai di 12 ruangan,” ujarnya.
Selain itu, Unikan juga menyiapkan lembar evaluasi yang akan diberikan pada mahasiswa tiap akhir semester. Dalam lembar evaluasi tersebut, semua mahasiswa mengisi quisioner seputar layanan dosen. Apakah memuaskan atau bahkan melenceng dari target. “Difokuskannya pada dosen, karena dosen adalah ujung tombak pembelajaran,” terang dia.
Jika hasil evaluasi kurang bagus, maka dosen terkait langsung didudukkan bersama supervisor. Jika cara itu tidak berhasil, maka akan dibina secara khusus. Siap atau tidak siap, lanjut Parjito, semua dosen harus menghadapi penjaminan mutu yang ditetapkan lembaga. Apalagi, sebelumnya lembaga telah melakukan sosialisasi. “Di kampus ini ada sekitar 298 dosen dengan jumlah mahasiswa aktif sekitar 8.928. Ke depan, kualitas benar-benar menjadi pertaruhan,” tandasnya.
sumber: Radar Malang, 26 Juli 2008