Bisnis Bukan Gambling – Keuangan syariah
Konsep ini, dulunya masih jauh dari angan-angan Nevi Danila. Sebab, saat menempuh S1 di program ekonomi akuntansi STIE Malang Kucecwara di era 1980-an lalu, dia murni memperdalam sistem keuangan konvensional.
Begitu juga saat menempuh S2 bidang administrasi bisnis di Saint Louis University, Missouri, USA. Pun, dalam pendidikan S3-nya bidang filosofi keuangan di The University of Sydney, Australia.
“Sesuai mendapat gelar PhD di Sydney, saya masih belum terbesit untuk terjun di keuangan syariah,” beber Nevi, di kediamannya Sabtu (5/7) lalu.
Setelah itu, Nevi baru mulai mencari tahu tentang sistem perbankan yang cukup baru di Indonesia itu. Saat di Australia, ibu tiga anak ini sempat browsing internet tentang konsep keuangan syariah. Ia hanya sebatas mencari informasi.
“Sedikit-sedikit memang mencari tahu. Ya…hanya kalau sempat,” kata wanita berkerudung tersebut.
Sampai akhirnya, berangkat dari renungan panjang tentang keilmuan dan hikayat hidup, Nevi tergugah mempelajari keuangan syariah. Pertimbangannya kala itu, Tuhan telah memberikan kemudahan hidup baginya. Termasuk, memberikan waktu dan kesempatan menuntut ilmu duniawi sampai mendapat gelar PhD.
“Saya berpikir, kenapa kemampuan ini tidak dimanfaatkan mengenal keuangan syariah,” kata istri Eddy Suprihadi itu.
Padahal, kata Nevi, basic agamanya adalah Islam. Sementara, pengetahuan tentang finansial syariah masih buta. “Saya menilai saya sendiri, sangat tak wajar,” tambahnya.
Nah, berangkat dari situlah akhirnya wanita yang gaya bicaranya ceplas-ceplos itu mulai berangkat mengenal keuangan syariah. Kesempatan pertama datang tak lama setelah dia menuntaskan pendidikan S3. Sekitar tahun 2001 itulah, secara kebetulan Nevi diundang menghadiri workshop syariah bank. Pembicara yang datang dari Bahrain, Iran.
“Dari sini, keingintahuan saya pada perbankan syariah semakin kuat,” ujar dia.
Nevi mulai fokus pada berbagai hal yang menyangkut keuangan syariah.
Kini, bersama salah satu dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, dia sedang menyusun penulisan Derivatif’s in Islamic Prospectif. Rancangan isinya adalah berbagai hal yang diatur Islam. Hal-hal yang menurut Islam boleh atau tidak.
“Isi tulisan lebih ke aspek halal dan haramnya. Isinya lebih varatif. Tak terkecuali soal keuangan syariah,” terang Nevi.
Tentang konsep keuangan syariah, kata Nevi, tak jauh berbeda dengan keuangan konvensional. Tapi, keuangan syariah mempunyai satu prinsip dasar yang melekat. Yakni, pada akad atau ijab qobul (perjanjian) antara pihak pertama dengan pihak kedua. Tak peduli itu lembaga seperti perbankan, dunia pendidikan, maupun individu.
“Dalam keuangan syariah, konsepnya bagi hasil. Tidak ada istilah pinjam meminjam dengan sistem bunga,” paparnya.
Dengan sistem ini, maka return atau keuntungan tidak bisa ditentukan di depan. Tapi, mengiringi perjalanan bisnis pengelola modal. Saat pengelola modal untung besar, maka return investor juga tinggi.
Sebaliknya, saat pengelola modal bangkrut, maka penanam modal juga turut menanggung. Berbeda dengan konvensional yang menetapkan return di depan. Maka klien atau nasabah tak pernah bisa menikmati untung besar saat bank mendapat untung besar. Begitu juga jika bank kolaps, pihak ini menanggung sendiri dengan tetap membayar return pada nasabah sesuai kesepakatan awal.
“Bisnis bukan gambling. Konsep syariah menuntun seseorang tak lagi gambling dalam menjalankan bisnis. Karena pihak pertama dan kedua saling memberikan win-win solution,” beber Nevi.
Dengan fokus dan memperkaya berbagai ilmu di bidang keuangan syariah, Nevi tak bosan mengampanyekannya. Tak terkecuali kepada mahasiswanya. Di dalam kelas atau di luar kelas. Tak peduli apakah sasarannya muslim atau non-muslim. Tak peduli sukunya berkulit hitam atau putih, bermata lebar atau bermata sipit. Setiap ada kesempatan berbicara soal keuangan syariah, Nevi tak mau ketinggalan.
Ia lantas menyusun silabus (bahan ajar) untuk internal kampusnya. Juga aktif dalam penulisan ada sejumlah jurnal ilmiah nasional dan majalah ekonomi. Ia juga aktif di forum-forum atau jaringan keuangan syariah.
“Saya hanya menyodorkan alternatif selain konvensional. Kalau diterapkan monggo, kalau tidak it’s oke,” paparnya.
Minimal, dengan cara ini, dia bisa memperluas sosialisasi dan pemahaman, bahwa keuangan syariah lebih fair dibanding konvensional.
Sampai saat ini, Nevi mengakui, tak bisa frontal untuk mengubah imej, dan, keyakinan masyarakat tentang keuangan syariah. Tapi, minimal ia mulai lega karena sejumlah lembaga keuangan atau bank dengan sistem keuangan syariah berdiri menjamur di Malang Raya bahkan di Jatim.
“Ini hukumnya Allah. Pasti the best untuk umatnya,” tegas dia.
sumber: Radar Malang, 07 Juli 2008